Minggu, 30 Agustus 2020



“The task legal theory is clarification o legal values and postulates up to their ultimate philosophical foundation (Friedman: 1958: 3)”
Nasehat Radbruch di atas yang dituangkan “Teori Hukum” sebagai upaya untuk memperjelas nilai-nilai yang terdapat di dalam kandungan hukum serta postulat-postulatnya sampai kepada filosofisnya yang paling terdalam. Pengertian “Teori Hukum” tersebut tidak jauh berbeda dengan kajian filsafat hukum, oleh karena tetap merunut kebelakang pada pencarian filosofis yang paling terdalam dari materi tujuan hukum itu.
Ada banyak istilah yang dilekatkan dengan “Teori Hukum” sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja seperti; Pelajaran Hukum Umum, Hukum Sistematis, Ilmu Hukum Dogmatis. Maka dapat dikatakan “Teori Hukum” mempelajari tentang Pengertian Pokok dan Sistematika Hukum. Pengertian pokok dapat diidentifikasi seperti Subjek Hukum, Perbuatan Hukum, Objek Hukum, Peristiwa Hukum dan Badan Hukum. Sedangkan sistematika hukum dapat di amati dengan mempelajari pengertian-pengertian dasar dalam ilmu hukum, seperti istilah staarbaar feit/ delict kemudian diartikan sebagai “Tindak Pidana” “Perbuatan Pidana” Atau “Perbuatan yang Dapat Dihukum”, namun sesungguhnya pengertian itu sama saja.
Sistematika hukum yang dimaksud di sini dalam kaitannya dengan “Teori Hukum” sebagai bagian yang perlu dipelajari secara intensif mendahului Ilmu Hukum Positif kemudian dilanjutkan secara lebih mendasar melalui suatu cabang Filsafat Hukum. Terlepas dari pendapat beberapa penulis mengatakan bahwa filsafat hukum akan dikembalikan pada tataran ilmu yang aslinya yakni “Filsafat”.
Defenisi yang kira-kira dapat menjadi pegangan, seorang mahasiswa yang mengambil program Magister, seperti yang diharapkan oleh Peter Mahmud marzuki sebaiknya hasil penelitiannya Program Magister hukum (baca: tesis) berbicara dalam tataran Teori Hukum, yakni isu hukum harus mengandung konsep hukum.
Konsep hukum menurut Peter Mahmud (2007: 72) yaitu “sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktivitas hidup yang bermasyarakat; konsep hukum  itu, seperti; badan hukum, kadaluarsa, kekuasaan, kewenangan, kepailitan, dan pertanggung jawaban pidana.
Konsep hukum yang digambarkan oleh Peter Mahmud sebagai suatu “Konsep Hukum” yang akan menjadi sarana hukum dalam menunjang “Penerapan Hukum” dalam aktivitas sosial.
Satu hal “Pewarisan Kebodohan” ketika diajarkan “Teori Hukum” baik di kalangan S2  maupun S3, ketika disamakan dengan Materi Filsafat Hukum dengan materi “Teori Hukum”, maka Mahasiswa hanya akan mengetahui aliran-aliran filsafat hukum dalam lintasan sejarah yang kira-kira semuanya sama saja dengan pemaparan Teo Hujbers. Tanpa dapat menemukan konsep hukum, kelak. Terutama, mahasiswa yang akan berakhir masa Magister dan menghasilkan tesis yang sama sekali tidak memilki “Teori Hukum” dalam rumusan masalah dan hasil akhir peneltiannya. Maka hasil penelitiannya hanya akan menjadi penelitian hukum yang “Usang” dari sudut klasifikasi tingkatan Penelitian Hukum.
Ada baiknya bagi mereka yang ingin mengenal lebih dalam “Teori Hukum” mengumpulkan semua literatur dalam setiap pembagian Ilmu Hukum (Pidana, Perdata, Tata Negara) hal-hal  yang berkaitan dengan “Asas Asas Hukum”. Karena tanpa menguasai Asas-Asas Hukum, maka tak mungkinlah menghasilkan penelitian hukum yang berada dalam tataran “Teori Hukum”.
Selain itu, sebagai bahan perbandingan tentang pengertian “Teori Hukum” menarik juga mengikuti klsifikasi teori hukum oleh Bruggink, Pertama; teori hukum dalam arti sempit yang mempelajari teori-teori atas hukum positif (kelsen). Kedua; teori hukum dalam arti luas yaitu Sosiologi Hukum Kontemplatif.
Hukum dalam arti luas dengan kata-kata “Kontemplatif” bermakna ganda, dekat dengan epistemologi hukum yang Nonpositivistik. Oleh karena itu menurut hemat penulis Ilmu Hukum dalam Arti Luas bukanlah ilmu hukum yang otentik/ murni, melainkan ilmu sosial yang membahas hukum. Walaupun saat ini dikenal ada penulis seperti Rober M. Unger memilki term “Teori Hukum Kritis”, yang ditemptkan sebagai Ilmu Hukum Tertinggi. Kalau sebagai ilmu hukum tertinggi, maka dia akan sejajar dengan Filsafat Hukum.
Sebaiknya, tetap berpatokan bahwa  mempelajari teori hukum, harus kuat “Asas-Asas Hukumnya” dalam rangka menemukan Konsep Hukum yang baru. Tidakkah dalam beberapa liteatur yang membahas “Teori Hukum’ selalu mempermasalahkan hal-hal seperti  _ Mengapa hukum itu berlaku ? Apa dasar kekuatan mengikatnya ? Apa yang menjadi tujuan hukum ? Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami ? Apa hubungannya dengan individu, dengan masyarakat ? Apa yang seharusnya dilakukan hukum ? Apa keadilan itu ? Bagaimana hukum yang adil ?
Semua pertanyaan tersebut akan di jawab melalui “Asas-Asas Prinsip-Prinsip Hukum”, kemudian terbentuk “Konsep Hukum”. Dimisalkan “setiap orang memilki hak dan keawajiban”: itu asas-asas/ prinsip yang erat kaitnnya dengan hukum sebagai nilai etik maka muncul Konsep Hukum yaitu; Subjek Hukum. Subjek hukum bisa orang, baik yang sudah lahir atau yang dalam kandungan jika kepentingan menghendaki. Perkembangan kemudian, suatu Badan Hukum-pun (yang di dalamnya terdiri dari banyak orang baik sebagai Direksi, Pengurus, Pengawas dalam sebuah perusahaan), badan ini juga memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak dalam perbuatan hukum, maka dimasukkan juga badan hukum sebagai subjek hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar